Peraturan
dan Regulasi (Bagian II)
1. UU
NO 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
1.1
Ketentuan Umum
suatu barang benda atau sebuah hasil karya harus
memiliki hak cipta. Mengapa ? hal ini karena bila terjadi peyalinan suatu
karya, maka hal itu dapat di tindak secara hukum bila orang yang menciptakannya
telah memiliki hak cipta sendiri. Hak Cipta sendiri adalah hak eksklusif
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan
gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak
untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang
hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada
umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Di Indonesia Hak Cipta diatur pada Perundang -
Undangan yaitu UU No. 19 tahun 2002 yang berbunyi:
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia
karena merupakan dokumen pemerintahan, termasuk di antaranya hasil rapat
terbuka lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau
pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan
keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya. Tidak ada
hak cipta atas karya ini. (Pasal 13 UU No. 19 Tahun 2002)
1. Hak Cipta
adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta
adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
3. Ciptaan adalah
hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni, atau sastra.
4. Pemegang
Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima
hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.
5. Program
Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode,
skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat
dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
6. Hak
Terkait adalah hak yang berkaitan dengan
Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan
pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan
karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk
membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
7. Pelaku
adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan,
memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan,
atau memainkan suatu karya musik, drama,
tari, sastra, folklor, atau karya seni
lainnya.
8. Lisensi
adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait
kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau
produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
9. Menteri
adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas
dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan
di bidang Hak Kekayaan Intelektual,termasuk Hak Cipta.
10.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
1.2 Lingkup
Hak Cipta
• Hak Eksklusif
Adalah pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan
hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak
cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.alam hukum yang berlaku di
Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta
dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni ,
produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil
dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka
masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII).
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta
tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3
dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak
eksklusifnya tersebut dengan lisensi , dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002
bab V).
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada
pemegang hak cipta adalah hak untuk:
• membuat salinan atau reproduksi
ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan
elektronik ),
• mengimport dan eksport ciptaan,
• menciptakan karya turunan atau
derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
• menampilkan atau memamerkan ciptaan di
depan umum,
• menjual atau mengalihkan hak eksklusif
tersebut kepada orang atau pihak lain.
• Hak ekonomi dan hak moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang
dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIP'sWTO (yang
secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konversi Bern ). Secara umum, hak moral
mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak
untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep
"hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang
melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat
dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah
dialihkan Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada
ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk
dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak
Cipta.
1.3 Perlindungan
Hak Cipta
Ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, sastra, seni dan teknologi informatika. Sesuatu kegiatan yang
diciptakan baik dalam dunia maya atuapun tiadak pasti membutuhkan hak cipta
yang akan di tetapkan oleh UU dalam peraturan yang telah ditetapkan oleh Negara
kita. Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 mengenai Hak cipta : “Hak
cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. (Pasal 1 ayat 1)”. Dengan ditetapkan peraturan tersebut kita bisa
memperoleh bahwa sesuatu yang bernilai bajakan atau tidak asli lagi, bila
dikembangkan dengan baik dari sebelumnya merupakan tindakan yang baik menurut
saya. Karena menciptakan sesuatu tidak hanya difokuskan dalam satu bahan atau
referensi saja. sangat penting adanya hak cipta dalam suatu kegiatan apapun
baik dalam dunia maya ataupun nyata, dan apabila ada beberapa yang bersifat
copy atau mengambil hak orang lain apabila telah disepakati oleh kedua belah
pihak saya kira itu merupakan tanggunga jawab kedua belah pihak. Dan intinya
yaitu lebih baikkita waspada akan karya kita.
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat
mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya
tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa
teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa
dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni
batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat),
fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi
sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan
karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi
berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan
tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Tidak ada Hak
Cipta untuk kegiatan berikut ini :
a. hasil
rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
b. peraturan
perundang-undangan;
c. pidato
kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d. putusan
pengadilan atau penetapan hakim; atau
e. keputusan
badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
1.4 Pembatasan
Hak Cipta
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di
Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta
(pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta
apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan
terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan
sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan,
kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari penciptanya.
Pasal 14,
ayat 3
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita,
Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan
sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pasal 15,
ayat 7
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau
dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta: pembuatan salinan
cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan
semata-mata untuk digunakan sendiri.
1.5 Proses
Pendaftaran HAKI
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan
suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya
perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan
bukan karena pendaftaran.
Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat
dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di
kemudian hari terhadap ciptaan[1]. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang
Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia].
Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan
langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak
cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan
formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web
Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan
terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa
dikenai biaya.
2. UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI
2.1 Azas
dan Tujuan Telekomunikasi
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas
manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika dan
kepercayaan pada diri sendiri. Dalam menyelenggarakan telekomunikasi
memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas pembangunan nasional dengan
mengutamakan asas manfaat, asas adil, dan merata, asas kepastian hukum, dan
asas kepercayaan pada diri sendiri, serta memprhatikan pula asas keamanan,
kemitraan, dan etika.
Asas manfaat berarti bahwa pembangunan
telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna
baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan,
sarana pendidikan, sarana perhubungan maupun sebagai komoditas ekonomi yang
dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin.
Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak
yang memenuhi syarat dan hasil- hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil
dan merata.
Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan
telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada
peraturan perundang-undangan yang menjami kepastian hukum dan memberikan perlindungan
hukum baik bagi para investor, penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada
pengguna telekomunikasi.
Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan
dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien
serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat meningkatkan
kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi
persaingan global.
Asas kemitraan mengandung makna bahwa
penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis,
timbal balik, dan sinergi, dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan
telekomunikasi selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan,
pembangunan, dan pengoperasiannya.
Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan
telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran,
kesusilaan, dan keterbukaan.
2.2 Penyelengaraan
Telekomunikasi
Penyelenggaraan Telekomunikasi diatur oleh Undang -
Undang No.36 pada BAB IV pada pasal7, pasal 8, dan pasal 9.
Pasal 7 : Pada pasal ini menjelasakan mengenai
penyelenggaraan telekomunikasi secara umum. Penyelenggaraan telekomunikasi
meliputi : penyelenggaraan jaringan telekomunikasi; penyelenggaraan jasa
telekomunikasi; penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Adapula yang harus
diperhatikan dalam penyelenggaraan telekomunikasi seperti melindungi
kepentingan dan keamanan negara; mengantisipasi perkembangan teknologi dan
tuntutan global; dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
peran serta masyarakat.
Pasal 8 & 9: Pada pasal ini menjelaskan tentang
penyelenggaraan telekomunikasi yang dilakukan oleh badan hukum yang didirikan
oleh peraturan perundang-undangan seperti BUMN, BUMD, dll dapat
menyelenggarakan jasa telekomunikasi.
Pada pasal ini juga dijelaskan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi
khusus yang dapat dilakukan oleh perseoranga, instansi pemerintah, badan hukum
selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi. Penyelenggara telekomunikasi khusus dapat menyelenggarakan
telekomunikasi untuk : keperluan sendiri,
keperluan pertahanan keamanan negara, keperluan penyiaran. Ketentuan
mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Dalam rangka efektivitas pembinaan, pemerintah
melakukan koordinasi dengan instansi terkait, penyelenggara telekomunikasi, dan
mengikutsertakan peran masyarakat. Dalam posisi yang demikian, pelaksanaan
pembinaan telekomunikasi yang dilakukan Pemerintah melibatkan peran serta
masyarakat, berupa penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam
masyarakat mengenai arah pengembangan pertelekomunikasian dalam rangka
penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang telekomunikasi.
Pelaksanaan peran serta masyarakat diselenggarakan oleh lembaga mandiri yang
dibentuk untuk maksud tersebut. Lembaga seperti ini keanggotaannya terdiri dari
asosiasi yang bergerak di bidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi
telekomunikasi, asosiasi produsen peralatan telekomunikasi, asosiasi pengguna
jaringan, dan jasa telekomunikasi serta masyarakat intelektual di bidang
telekomunikasi. Ketentuan mengenai tata cara peran serta masyarakat dan
pembentukan lembaga masih akan diatur dengan Peraturan.
2.3 Penyidikan
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Iingkungan Departemen
yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum
Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. melakukan
pemeriksaan atas kebenaran Iaporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang telekomunikasi;
b. melakukan
pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak
pidana di bidang telekomunikasi;
c.
menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku;
d. memanggil
orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
e. melakukan
pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau
diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f.
menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di
bidang telekomunikasi;g. menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat
telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana
di bidang telekomunikasi;
h. meminta
bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
telekomunikasi; dan .
i. mengadakan
penghentian penyidikan
2.4 sanksi
administrasi dan ketetentuan pidana
Ada dua belas ketentuan dalam undang-undang ini yang
dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin, yang dilakukan
setelah diberi peringatan tertulis. Pengenaan sanksi adminsitrasi dalam
ketentuan ini dimaksudkan sebagai upaya pemerintah dalam rangka pengawasan dan
pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi. Keduabelas alasan yang dapat
dikenai sanksi administratif itu adalah terhadap:
1. setiap penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak memberikan
kontribusi dalam pelayanan;
2. penyelenggara telekomunikasi tidak
memberikan catatan atau rekaman yang diperlukan pengguna;
3. penyelenggara jaringan telekomunikasi yang
tidak menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk
pemenuhan kebutuhan telekomunkasi;
4. penyelenggara telekomunikasi yang
melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan
dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum;
5. penyelenggara jaringan telekomunikasi yang
tidak menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan
telekomunikasi lainnya;
6. penyelenggara jaringan telekomunikasi dan
atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak membayar biaya hak
penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosesntase pendapatan;
7. penyelenggara telekomunikasi khusus untuk
keperluan sendiri dan keperluan pertahanan keamanan negara yang menyambungkan
telekomunikasinya ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya;
8. penyelenggara telekomunikasi khusus untuk
keperluan penyiaran yang menyambungkan telekomunikasinya ke penyelenggara
telekomunikasi lainnya tetapi tidak digunakan untuk keperluan penyiaran;
9. pengguna spektrum frekuensi radio dan
orbit satelit yang tidak mendapat izin dari Pemerintah;
10. pengguna spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan yang saling menggaggu.
11. pengguna spektrum frekuensi radio yang tidak
membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan
jenis dan lebar pita frekuensi;
12. pengguna orbit satelit yang tidak membayar
biaya hak penggunaan orbit satelit.
RUU
tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE) peraturan lain yg terkait
(peraturan bank indonesia tentang internet banking )
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia.
Internet Banking adalah salah satu pelayanan jasa
Bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi
dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet, dan bukan
merupakan Bank yang hanya menyelenggarakan layanan Perbankan melalui internet,
sehingga pendirian dan kegiatan Internet Only Bank tidak diperkenankan.
Terdapat pula resiko-resiko yang melekat pada
layanan internet banking, seperti resiko strategik, resiko reputasi, resiko
operasional termasuk resiko keamanan dan resiko hukum, resiko kredit, resiko
pasar dan resiko likuiditas. Oleh sebab itu, Bank Indonesia sebagai lembaga
pengawas kegiatan perbankan di Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia
No. 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen Resiko Dalam Penggunaan Teknologi
Informasi Pada Bank Umum agar setiap bank yang menggunakan Teknologi Informasi
khususnya internet banking dapat meminimalisir resiko-resiko yang timbul
sehubungan dengan kegiatan tersebut sehingga mendapatkan manfaat yang maksimal
dari internet banking.
Upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk
meminimalisir terjadinya kejahatan internet fraud di perbankan adalah dengan
dikeluarkannya serangkaian peraturan perundang-undangan, dalam bentuk Peraturan
Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE), yang mewajibkan
perbankan untuk menerapkan manajemen risiko dalam aktivitas internet banking,
menerapkan prinsip mengenal nasabah/Know Your Customer Principles (KYC),
mengamankan sistem teknologi informasinya dalam rangka kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu dan menerapkan transparansi informasi mengenai Produk
Bank dan penggunan Data Pribadi Nasabah.
Lebih lanjut, dalam rangka memberikan payung hukum
yang lebih kuat pada transaksi yang dilakukan melalui media internet yang lebih
dikenal dengan cyber law maka perlu segera dibuat Undang-Undang mengenai
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang mengenai Transfer
Dana (UU Transfer Dana). Dengan adanya kedua undang-undang tersebut diharapkan
dapat menjadi faktor penting dalam upaya mencegah dan memberantas cybercrimes
termasuk mencegah kejahatan internet fraud.
Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan Internet
Banking, akan semakin banyak pihak-pihak yang mencari kelemahan sistem Internet
Banking yang ada. Serangan-serangan tersebut akan semakin beragam jenisnya dan
tingkat kecanggihannya. Dahulu serangan pada umumnya bersifat pasif, contoh
eavesdropping dan offline password guessing, kini serangan tersebut menjadi
bersifat aktif, dalam arti penyerang tidak lagi sekedar menunggu hingga user
beraksi, tetapi beraksi sendiri tanpa perlu menunggu user. Beberapa jenis
serangan yang dapat dikategorikan ke dalam serangan aktif adalah man in the
middle.
Contoh Kasus :
Pembobolan ATM mudah terjadi karena pembobolan ATM
dan juga saluran e-banking lainnya hanya bisa terjadi jika terjadi kombinasi
kelalaian dari pihak bank maupun nasabah. Kelalaian dari pihak bank antara lain
pembiaran ATM tanpa dilengkapi alat anti-skimming dan ketidakdisiplinan bank
mengawasi ruangan di mana ATM. e-banking, Bank Mandiri memerhatikan dua faktor
otentifikasi. Pertama, faktor yang nasabah miliki, misalnya untuk transaksi
Mandiri ATM yang dimiliki adalah kartu ATM, untuk Mandiri Internet yang
dimiliki adalah token, dan untuk Mandiri SMS yang dimiliki adalah handphone.
Kedua, faktor yang nasabah ketahui, misalnya, untuk transaksi Mandiri ATM
adalah PIN kartu ATM, untuk Mandiri Internet adalah user ID, PIN login, dan
password token, serta untuk Mandiri SMS adalah PIN. Untuk hal yang nasabah
ketahui ini dipastikan informasi yang diketahui nasabah tidak untuk diketahui
petugas bank. User ID Mandiri Internet contohnya, nasabah membuatnya sendiri
dan petugas bank tidak mengetahui.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Regulasi_Telekomunikasi_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
http://denysetia.files.wordpress.com/2011/09/uu-36-1999-telekomunikasi.pdf
http://denysetia.files.wordpress.com/
http://id.wikisource.org/wiki/Undang Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002
http://www.riskshield.com/pdf/riskshield_internetbanking.pdf